Sabtu, 17 Desember 2011

Perkusi Kontemporer Satukan Musik Eropa dan Asia


Musisi Mongolia beraksi di depan para penonton acara Cracking Bamboo, acara ini melibatkan 60 musisi dari berbagai belahan dunia
Oleh Muhammad Avisena
Taman Budaya Bandung, Rabu malam kemarin Gedung teater tertutup di sana ramai sekali penonton. Sekitar 700an pengunjung menyaksikan sebuah jenis musik yang sama sekali baru. Gabungan antara musik modern dan tradisional. Percampuran antara musik Eropa dan Asia. 60 musisi yang datang dari berbagai penjuru dunia itu memang menyuguhkan musik yang begitu kontras. Tempo yang pelan dan tiba-tiba cepat, atau musik yang lirih kemudian menghentak keras. Walaupun begitu, para penonton tampak sangat antusias. Tepuk tangan selalu mengiringi ketika sebuah lagu berakhir.
Cracking Bamboo adalah nama pagelaran musik tersebut. Prof. Bernhard Wulff, profesor musik dari Jerman yang menjadi pimpinan artistik acara tersebut mengatakan bahwa Cracking Bamboo merupakan sebuah konsep yang menjembatani dan mempertemukan musik Asia dan Eropa. Perkusi merupakan instrumen yang menjadi penjembatan terjadinya penggabungan ini. Menurutnya perkusi merupakan satu-satunya instrumen yang dapat menjadi penghubung antara musik negara Barat dengan musik tradisional di luar Eropa.
Menurut Profesor yang telah mendirikan beberapa ensemble termasuk juga festival-festival musik bertaraf internasional ini perkusi sebelumnya hanya memainkan peran sebagai “bumbu untuk akustik” saja jika dilihat dari komposisi. Namun, sejak abad ke 20 para komponis telah mengembangkan posisi yang sangat berbeda untuk alat musik pukul ini. Menurut Bernhard alat musik perkusi bisa terbuat dari apa saja, bisa dari barang-barang murah sekalipun, seperti peralatan dapur, gelas, ember, selang plastik, dan sebagainya.
“Tidak harus melulu mempergunakan alat yang mahal, tetapi dengan alat yang dari warung atau yang dari toko pun kita bisa membuat musik,” jelasnya.
Cracking Bamboo sendiri merupakan sebuah nama yang dia ambil dari karakter bambu yang gemerisik, retak satu bunyi yang menuntut perhatian kita dalam cara yang tak biasa. Asisten Program Budaya Goethe Institute Sulastri Majid yang menjadi penyelenggara acara tersebut mengatakan bahwa bambu memang merupakan komponen utama dalam pertujukan ini, namun tidak melulu bambu. Ada banyak alat musik lain yang bukan terbuat dari bambu.
“Bambu itu punya bunyi-bunyi yang begitu menjadikan harmonisasi ya ketika kita gerakan bambu-bambu itu, seperti angklung,” katanya.
Menurut Sulastri, tujuan utama acara ini adalah untuk memperkenalkan musik baru yang bernuansa universal ini. Dari sisi musik modern, musisi yang hadir berasal dari banyak negara seperti Jerman, Spanyol, Italia, Denmark, Norwegia, Polandia, USA, Inggris, dan Kanada. Sedangkan dari Asia yang mewakili sisi musik tradisional mereka berasal dari Indonesia, Mongolia, Malaysia, Vietnam, dan Kamboja.
“Kita ingin memperkenalkan, terutama di Jerman, bahwa musik itu tidak hanya sekedar klasik saja. Jadi mereka mencari sesuatu yang lain. Tujuan kami bukan untuk komersial, tapi untuk pembelajaran, untuk apresiasi bahwa dengan musik itu kita bisa melakukan banyak hal, termasuk persahabatan, termasuk karya yang baru dari berbagai jenis musik dunia,” jelasnya.
Sulastri mengatakan bahwa pagelaran musik baru ini pertama kali digagas di Hanoi, Vietnam. Setelah pertemuan di situ selama 2 minggu, segeralah pertunjukkan dimulai. Di Indonesia sendiri ini sudah pernah diadakan di Jakarta. Namun di Bandung, acara ini baru pertama kali digelar. Setelah acara ini pun, para musisi akan langsung terbang ke Saigon untuk mengadakan konser yang sama.
“Di Bandung baru pertamakalinya. Pertamakalinya dan betul-betul besar sekali. Ini tidak mudah , karena dari banyak negara ya. Jadi untuk mendatangkan ini sebenarnya begitu memerlukan tenaga, pikiran, dan segalanya,” tuturnya.
Rencana untuk menagadakan Cracking Bamboo sebenarnya menurut Sulastri sudah dipikirkan sejak dua tahun silam, tapi karena begitu banyak musisi dari berbagai negara membuat hal itu baru terwujud sekarang. Namun, dengan berbagai kesulitan yang dia hadapi, dia sangat puas mengadakan acara tersebut.
“kalau persiapan di sini sudah dari beberapa bulan yang lalu. Dari mencari tempat, mencari segalanyalah. Kan ini tidak mudah, mencari instrumen yang kita butuhkan, tidak semua instrumen dibawa ya. Tapi saya sangat senang karena pagelarannya begitu menarik, begitu sukses. begitu spektakuler,” ujarnya.
Menurut Sulastri tanggapan penonton pun sudah sangat bagus. penonton begitu antusias dalam menikmati pagelaran. Hal inilah yang menurutnya perlu diapresiasi. Oleh sebab itu, menurutnya acara seperti ini akan terus berlanjut, tidak hanya sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar